Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli <p><strong>Prosiding Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia (KIMLI)</strong> diterbitkan oleh Masyarakat Linguistik Indonesia. Artikel yang termuat dalam Prosiding KIMLI ini merupakan artikel yang telah dipaparkan pada kegiatan Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia yang mencakup berbagai bidang linguistik seperti fonetik, fonologi, morfologi, sintaks, analisis wacana, pragmatik, antropolinguistik, bahasa dan budaya, dialektologi, dokumentasi bahasa, linguistik forensik, korpus linguistik, linguistik komputasional.</p> <p>Prosiding ini diterbitkan setiap dua tahun sekali.</p> Masyarakat Linguistik Indonesia en-US Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia 2614-7769 PROMOTING THE SASAK LANGUAGE LEXICON AS LOCAL CONTENT TO CHILDREN THROUGH BASIC LITERACY ENHANCEMENT AT TAMAN BACA MASYARAKAT (TBM) IN CENTRAL LOMBOK https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/92 <p>The overwhelming development of technology makes everything unlimited. The impact of these<br>developments is evident in the field of language. Children are getting away from their identity, they are<br>reluctant to use their mother tongue. Therefore, efforts to rebuild interest in learning the mother tongue<br>need to be introduced by strengthening basic literacy. We wish the community of Taman Baca<br>Masyarakat (TBM) in Lombok is committed to encourage the children to use the mother tongue as early<br>as possible. Not many Sasak vocabulary is understood nor used by children in their interaction. The<br>authors consider this a fundamental thing that will become a problem in the future, related to the<br>existence of the Sasak language. Thus, an appropriate solution is needed to improve the children’s<br>abilities and attitudes toward their mother tongue by introducing them to their language and culture (local<br>wisdom) through strengthening basic literacy in community reading grounds (TBM). The method used in<br>this study is experimental using picture media, and oral. Techniques used by researchers in this study are<br>tests, and oral question and answer. The aim of the test is to measure children's understanding of their<br>own language both written and oral through the pictures presented. While question and answer are<br>intended to measure attitudes and confirm their test results. By introducing language and local wisdom to<br>them through basic literacy, it is hoped that it will be able to make a significant contribution to future<br>prospective young generations to preserve the Sasak language. Thus, they will not lose their identity and<br>identity as Sasak people.</p> Abdul Muhid Puspita Dewi Sri Ningsih Copyright (c) 2023 Abdul Muhid, Puspita Dewi, Sri Ningsih https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 1 6 10.51817/kimli.v2023i2023.92 BENTUK GAYA BAHASA KIASAN YANG BERISI PAPPASENG ‘PETUAH’ TO MATOA DALAM BUDAYA BUGIS: ANALISIS STILISTIKA https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/93 <p>Pappaseng merupakan petuah atau nasihat moral to matoa ‘orang tua’ atau leluhur orang Bugis yang<br>disampaikan dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Dengan ini katrakteristik<br>kultural manusia Bugis dipertahankan dan bisa beralih dari generasi ke generasi. Tulisan ini bertujuan<br>untuk menunjukkan bentuk-bentuk gaya bahasa kiasan bahasa Bugis berdasarkan teori metafora<br>konseptual Lakoff dan Johnson (2003). Data pappaseng diambil dari dua pertuturan bahasa Bugis<br>dialek Bone dan dua publikasi pappaseng di media sosial, terutama Facebook. Data dari sumber<br>pertama diperoleh dengan upaya elisitasi dan data dari sumber kedua diperoleh dengan menyalin dan<br>tangkap layar (screenshot). Data ini kemudian dianalisis dengan pendekatan stilistika linguistik. Hasil<br>penelitian menunjukkan bahwa pappasseng tersebut secara umum merupakan bentuk gaya bahasa<br>sindiran (sinisme) mengenai ranah target karakter personal manusia Bugis, prinsip hidup, nasib hidup,<br>dan perilaku hidup. Data yang dominan ialah hal-hal buruk yang yang bersangkut-paut dengan<br>karakter personal, nasib hidup, dan perilaku hidup. Hal ini menunjukkan bahwa manusia Bugis yang<br>ideal diwujudkan dengan menunjukkan segala hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kepatutan<br>untuk dijauhi. Adapun ranah sumber yang digunakan untuk mengonkretkan nasihat moral yang<br>menjadi kandungan pappaseng tersebut ialah (1) profil dan organ tubuh manusia, (2) binatang, (3)<br>tumbuhan, (4) benda-benda, (5) peristiwa dan keadaan alam, dan (6) konsep atau gagasan.</p> Ainun Fatimah Mardi Adi Armin Kamsinah Kamsinah Copyright (c) 2023 Ainun Fatimah, Mardi Adi Armin, Kamsinah Kamsinah https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 7 13 10.51817/kimli.v2023i2023.93 PERKEMBANGAN RAGAM BAHASA PROKEM BUGIS MAKASSAR https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/94 <p>Tulisan ini bertujuan untuk menelaah perkembangan bahasa daerah Bugis-Makassar melalui ragam<br>bahasa Prokem dan menelusuri peran bahasa Prokem dalam pemertahanan bahasa daerah Bugis dan<br>Makassar. Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif<br>dengan tahap berikut 1) Tahap pengumpulan data, 2) Tahap analisis data, dan 3) Tahap penyajian<br>hasil analisis data. Sumber data dalam penelitian ini, yaitu Media sosial Youtube (Film pendek dari<br>akun Timur Kota Official) dan akun intagram (Tumming-abu). Analisis data dalam penelitian ini<br>dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,<br>menyusun ke dalam pola, dan memilih data penting. Dalam analisis data, peneliti menggunakan<br>model interactive model yang unsur-unsurnya meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data<br>(data display), dan coclutions drawing/verifiying. Penyajian hasil analisis data dilakukan dalam<br>bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antarkategori, flowhart, dan penjabaran teks yang bersifat<br>naratif. Tulisan ini menjabarkan sepuluh penggunaan bahasa Prokem Bugis dan Makassar yang terdiri<br>atas beberapa kategori, yaitu 1) matemija (kata), 2) pakintaki (kata), 3) santai mko kapaeng (frasa), 4)<br>kenaps ko (singkatan frasa),5) tawwa (kata),6) sessajaki (kata), 7) kampudes (akronim), 8) gammara<br>(kata), 9) apaji? (kata tanya), dan 10) epen kah? (kata tanya).</p> Andi Sukri Syamsuri Eka Yulianti Bur Copyright (c) 2023 Andi Sukri Syamsuri, Eka Yulianti Bur https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 14 24 10.51817/kimli.v2023i2023.94 PENGENALAN KULINER DAERAH KEPADA SISWA SEKOLAH ALAM MELALUI KEGIATAN INDONESIAN CULTURE FESTIVAL https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/95 <p>Indonesia memiliki beragam budaya, adat istiadat, dan suku bangsa. Keragaman budaya harus<br>diperkenalkan kepada siswa sedini mungkin. Hal tersebut karena banyak siswa tidak tahu budaya<br>daerah. Siswa harus dapat mengenali budayanya dan melestarikan budaya bangsa karena merupakan<br>jati diri bangsa Indonesia. Salah satu ciri khas tiap daerah yakni kuliner. Pemilihan kuliner didasarkan<br>pada keunikan penamaannya. Selain itu, pengenalan kuliner pada siswa lebih mudah dilakukan. Salah<br>satunya pada kegiatan Indonesian Culture Festival. Lokasi yang dipilih adalah pelaksanaan<br>Indonesian Culture Festival di Sekolah Alam Kebun Tumbuh Depok Jawa Barat. Tujuan penelitian<br>ini untuk menginventarisasi dan mengenalkan penamaan kuliner daerah. Penelitian ini bersifat<br>kualitatif. Metode pengumpulan data dengan metode observasi partisipan, rekam, simak, catat,<br>wawancara terstruktur dan studi pustaka. Data penelitian adalah nama kuliner khas daerah, transkripsi<br>hasil wawancara dan dokumentasi berupa gambar. Hasil kajian berupa penamaan kuliner daerah dan<br>pembentukannya.</p> Brillianing Pratiwi Copyright (c) 2023 Brillianing Pratiwi https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 24 32 10.51817/kimli.v2023i2023.95 PENYERAPAN KOSAKATA BAHASA DAERAH LAIN PADA BAHASA KAILI DI SULAWESI TENGAH https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/96 <p>Bahasa Kaili merupakan bahasa milik etnik Kaili yang berada di Sulawesi Tengah dengan jumlah<br>penutur terbanyak. Wilayah pemakaian bahasa Kaili pun sangat luas, mencakup Kota Palu, Kabupaten<br>Donggala, Kabupaten Parigi, Kabupaten Sigi, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Tojo Una-una. Bahasa<br>Kaili banyak mengalami perubahan. Perubahan, dari yang semula terasa sederhana, kini menjadi lebih<br>berkembang. Perubahan bahasa itu dapat terjadi karena adanya kontak bahasa. Kedatangan etnik lain<br>ke Sulawesi Tengah dengan tujuan tertentu. Hal ini dikarenakan wilayah Sulawesi Tengah banyak<br>menjanjikan harapan. Selanjutnya, kedatangan etnik lain itu tentu juga dapat mempengaruhi<br>keberadaan bahasa setempat, khususnya bahasa Kaili. Dengan demikian terjadinya kontak etnik dan<br>sekaligus kontak bahasa. Hal ini menarik dicermati dari segi bahasa, khususnya perubahan bahasa,<br>tepatnya kosa kata bahasa lain yang dibawa oleh suatu etnik ke wilayah teresebut tentu dapat<br>memperkaya bahasa setempat. Pemakaian bahasa etnik lain itu tentu melalui proses penyerapan.<br>Dengan demikian, terjadi perubahan kosakata asal etnik pendatang, terjadinya gejala bahasa. Tulisan<br>ini mencoba melihat bagaimanakah proses penyerapan itu terjadi (gejala bahasa) dan bahasa-bahasa<br>apa saja yang turut memperkaya bahasa daerah Kaili. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif.<br>Metode deskriptif dipilih karena metode ini dapat memberi gambaran secara transparan data<br>kebahasaan yang berupa kosakata bahasa non-Kaili dalam bahasa Kaili. Hasil penelitian<br>memperlihatkan bahwa kosakata yang terterima pada bahasa Kaili mengalami proses berupa gejala<br>bahasa, seperti: apokop, sinkop, kontraksi, monoftongisasi, haplologi, paragof, dan lenisi.<br>Selanjutnya, bahasa Kaili berkembang dan mendapat masukkan kosakata dari berbagai etnik yang<br>berkontak, seperti: Bugis, Melayu, Jawa, dan Manado.</p> Deni Karsana Lukman Lukman Nurhayati Nurhayati Katubi Katubi Wati Kurniawati Copyright (c) 2023 Deni Karsana, Lukman Lukman, Nurhayati Nurhayati, Katubi Katubi, Wati Kurniawati https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 33 41 10.51817/kimli.v2023i2023.96 KADA BANUAKA’ TAMAN: REGIONAL LANGUAGE SUSTAINABILITY IN A SOCIAL AND CULTURAL ENVIRONMENT https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/97 <p>There are several languages that interact with Kada Banuaka' Taman, including Indonesian, Iban<br>Dayak, Dayak Suruk, Pustussibau dialect Malay, to Javanese. The question is, can Kada' Banuka<br>Taman survive in this multilingual socio-cultural environment? Data were collected by observation<br>techniques, interviews and filling out questionnaires. There were 51 informants or respondents who<br>were determined by purposive sampling. By using the Miles and Huberman model and the Google<br>form application, the results of the research show: First, the sustainability of Kada' Banuaka' Taman in<br>a social environment such as a family is categorized as safe, this is indicated by the use of Kada'<br>Banuaka' Taman as a means of communication within the family environment. On the other hand, you<br>can also find the use of Kada' Banuaka' Taman for naming buildings, roads/alleys, and educational<br>institutions. The Taman people are also very proud of their language and require all descendants of the<br>Taman Dayak tribe to use the Kada' Banuaka' Taman language when interacting in betang houses.<br>Meanwhile in the social environment it is necessary to pay attention to language survival, especially in<br>the public domain such as in stalls, markets and in mainstream media such as television and radio,<br>respondents prefer to use Indonesian as a means of communication. Likewise in the government<br>environment, the use of Kada Banuaka' Taman in public facilities such as hospitals, writing<br>correspondence and even translating books is still rarely used. Even at school, the language does not<br>get a portion to develop which is marked by the absence of teaching materials for learning Taman<br>language. Second, in the cultural environment, Kada' Banuaka' Park's survival is quite good, because<br>the language of speech in the form of oral literature always resonates when cultural activities take<br>place.</p> Edy Agustinus Efriani Efriani Martina Martina Junaidi Junaidi Wahyu Damayanti Copyright (c) 2023 Edy Agustinus, Efriani Efriani, Martina Martina, Junaidi Junaidi, Wahyu Damayanti https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 42 51 10.51817/kimli.v2023i2023.97 STEREOTIPE PEREMPUAN DALAM WACANA PEMBERITAAN PRA-PEMILU 2024 PADA MEDIA MASSA DARING https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/99 <p>Perempuan berkiprah di dunia politik saat ini merupakan suatu hal yang jamak. Ihwal perempuan<br>berpolitik tersebut seringkali menjadi lektur menarik dalam pemberitaan media massa. Stereotipe<br>perempuan dalam pemberitaan media massa memiliki potensi untuk menguatkan sekaligus<br>melemahkan kemampuan perempuan untuk mejadi pemimpin yang berhasil. Politisasi kodrat<br>perempuan dapat memperburuk dan/atau memperlebar potensi untuk menghadapi tantangan politik.<br>Kajian terhadap wacana politik perempuan dari sudut pandang linguistik telah banyak dilakukan<br>karena objek tersebut penting untuk melihat sejauh mana representasi perempuan dalam<br>penggambaran realitas sosial oleh media massa. Makalah ini mengkaji kecenderungan kuasa media<br>dalam mewacanakan perempuan berpolitik yang difokuskan pada penggunaan bahasa dalam tata<br>bahasa berdasarkan experentian meaning dan nilai ideologi. Metode pengumpulan data dalam<br>penelitian ini menggunakan metode kepustakaan, yaitu metode untuk mengumpulkan dan menyaring<br>data yang akan digunakan untuk penelitian. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan terhadap<br>pemberitaan media massa daring mainstream dengan paradigma analisis bahasa (Halliday) dan<br>analisis wacana kritis (Teun A. van Dijk). Data berupa struktur kalimat dianalisis menggunakan pisau<br>analisis wacana kritis terhadap mikrostruktur, suprastruktur, dan makrostruktur dalam teks berita<br>selama masa Pra-Pemilu 2024. Struktur mikro berkaitan dengan unsur kebahasaan, superstruktur<br>berkaitan dengan struktur/skema teks, dan makrostruktur berkaitan dengan tema umum. Masa pra-<br>pemilu 2024 atau kisaran tahun 2022—2023 menjadi tonggak awal yang penting karena dilakukannya<br>tahapan pencalonan. Analisis tersebut akan mengungkap peran media massa dalam merepresentasikan<br>peran gender terhadap pembaca (masyarakat). Itu juga dapat mendeskripsikan marginalisasi dan<br>penggambaran perempuan dalam sektor pemerintahan, publik, atau politik dalam upaya persiapan<br>Pra-Pemilu 2024.</p> Faisal Kemal Taufik Indarto Copyright (c) 2023 Faisal Kemal, Taufik Indarto https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 52 57 10.51817/kimli.v2023i2023.99 MODEL KESANTUNAN PENGGUNAAN BAHASA MALAYU PAPUA OLEH MASYARAKAT MANOKWARI https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/98 <p>It is believed that culturally people's utterances are fully interference with by their politeness strategy<br>(Brown et al., 1987). This research aims at analyzing this statement by seeing the politeness<br>phenomena among Papua Malay speakers in Manokwari, West Papua. It uses descriptive qualitative<br>research based on a prospective model of politeness theoretical framework by using the social relation<br>symmetrical model (Hakim Yassi, 2019). Data are taken from 60 respondents of Papua Malay<br>speakers in Manokwari, West Papua. It is found that in a symmetrical social relation of the participants<br>in which age is more dominant among relatives, strangers, friends, and workmates. Age dominantly<br>governs locators' politeness strategy among those interlocutors. When talking to a stranger, friends,<br>and workmates, the speakers denote ages to govern their politeness strategy. It is different if the have<br>the same age, the speakers use a variety strategy of politeness. When the locutors speak to a stranger,<br>they prefer to use positive casual politeness. In contrast, when they speak to a friend, they tend to use<br>negative casual politeness to strengthen their friendship. In talking to relatives, they use casual positive<br>politeness. It shows that friends and relatives use a casual politeness strategy even though they differ<br>in positive and negative casual. Casual positive gives more respect to the interlocutor whereas Casual<br>is used to strengthen the friendship. In short, age is the most social strategy that governs the locutor’s<br>politeness strategy among Papua Malay speakers in Manokwari, West Papua. This phenomenon shows<br>the melting culture of Manokwari society's local wisdom that becomes a manifestation of multicultural<br>in Manokwari.</p> Hengki Mofu Noer Jihad Saleh Copyright (c) 2023 Hengki Mofu, Noer Jihad Saleh https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 58 71 10.51817/kimli.v2023i2023.98 INTERFERENSI BAHASA INDONESIA ANAK DALAM KELUARGA PERKAWINAN JAWA-MADURA https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/100 <p>Pada hakikatnya semua manusia hidup dalam situasi kedwibahasaan. Sejak lahir mereka memperoleh<br>bahasa dari orang-orang di sekitarnya, terutama dalam lingkungan keluarga. Begitu pula yang terjadi<br>dalam lingkungan keluarga perkawinan beda suku seperti Jawa-Madura. Seorang anak yang berada<br>dalam lingkungan keluarga seperti ini disebut dengan dwibahasawan alamiah. Dalam situasi seperti<br>ini besar kemungkinan terjadinya interferensi penggunaan bahasanya pada semua tataran (fonologi,<br>morfologi, sintaksis dan leksikal/semantik). Penelitian ini bertujuan mengkaji interferensi yang terjadi<br>dalam penggunaan bahasa Indonesia anak usia 6-12 tahun di lingkungan keluarga perkawinan Jawa-<br>Madura yang berdomisili di Madura, yang meliputi (a). jenis interferensi, dan (b). faktor penyebab<br>terjadinya interferensi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif<br>kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik<br>simak dan cakap serta teknik lanjutan rekam catat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah<br>interferensi yang ditemukan dalam penelitian ini sebanyak 33 data, yang terdiri dari interferensi<br>leksikal sebanyak 18 data, morfologis 8 data, semantis 5 data , sintaksis 1 data dan fonologis 1 data.<br>Sedangkan faktor penyebab terjadinya interferensi meliputi adanya kontak bahasa dengan keluarga,<br>model berkomunikasi orang tua, kurangnya kompetensi bahasa dan pengaruh situasi penuturan.</p> Iswah Adriana Copyright (c) 2023 Iswah Adriana https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 72 83 10.51817/kimli.v2023i2023.100 UTILIZATION OF BAMBOO PLANTS AS A SUPPORT OF TECHNOLOGICAL CULTURE IN BANJAR SOCIETY: ECOLINGUISTIC STUDIES https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/101 <p>This research was motivated by the use of bamboo in the Astambul District. This study aims to<br>describe and classify lexicons made from bamboo. This research was conducted with a qualitative<br>approach. The method used in data retrieval with several stages 1) the stage of providing data, 2) the<br>stage of data analysis, and 3) the stage of presenting data. This study’s data collection method uses<br>documentation, interview, and observation methods. The researcher records all lexicons obtained<br>from informants. Next, the researcher selects the necessary data. After the data is collected, it is<br>analysed by classifying it based on the purpose of the study. Furthermore, data analysis uses the<br>description method, which is a research method that seeks to describe and interpret objects according<br>to what they are; in this study, researchers connect language with the environment, namely the use of<br>bamboo plants. The use of a bamboo lexicon indicates the relationship of speakers of a language with<br>the natural environment. The location of the study was conducted in four villages, namely Sungai Alat<br>Village, Pinggaran Village, Limamar Village, and Kaliukan Village, in Astambul District. The four<br>villages were chosen as research locations because the four villages produce the most bamboo<br>equipment. The problem of this research is how to classify the use of bamboo and what lexicon is<br>made of bamboo. Based the results of bamboo lexicon research can be classified based on its function,<br>there are 7, namely 1) utilization of bamboo is related to cooking utensils, 2) utilization of bamboo is<br>related to agriculture/plantations, 3) utilization of bamboo is related to fisheries, 4) Utilization of<br>bamboo is related to residence, 5) utilization of bamboo is related to work, 6) utilization is related to<br>animal husbandry, and 7) the use of bamboo about others.</p> Jahdiah Jahdiah Rissari Yayuk Derri Ris Riana Eka Suryatin Siti Jamzaroh Copyright (c) 2023 Jahdiah Jahdiah, Rissari Yayuk, Derri Ris Riana, Eka Suryatin, Siti Jamzaroh https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 84 96 10.51817/kimli.v2023i2023.101 THE SPEECH MOTIVE: AN ANALYSIS OF AN APOLOGY SPEECH VIDEO ON YOUTUBE WHICH IS POTENTIALLY FOR A DEFAMATION https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/102 <p>This study is triggered by the phenomenon of how YouTube videos can be a criminal acts source and one<br>of them is defamation. The video analyzed in this study is related to the murder case of police by a police<br>general which not only attracted the people’s attention by the strange case but also by some war<br>statements delivered by each part’s lawyers, the video which is picked in this study was in the topic of<br>apology. This study proved the potential defamation by the textual function theory of systemic functional<br>linguistics (SFL) and then continued by analyzing the pattern in theme and rheme progression. The<br>findings defined that due to the topic of the video ‘apology’ the theme types which are realized showed<br>inconsistency. Due to the relation of theme and meaning intended in it, an apology should mainly show<br>an ideational theme because an apology is a personal feeling of the speaker, however, in the video the<br>theme mainly or 59,7% is realized in textual function which is due to theory textual function is identical<br>to stories. The findings are also supported by the theme and rheme progression pattern which is explained<br>that four main messages are delivered by the speaker such as (1) apology, (2) blaming, (3) accusing, and<br>(4) accusing the police department. Those ideas clearly defined that the speaker was not purely telling his<br>apology but mainly exposing his predictions due to some actors which aren’t proven.</p> Magdalena Br Marpaung Copyright (c) 2023 Magdalena Br Marpaung https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 97 104 10.51817/kimli.v2023i2023.102 MENGENALI MOTO KABUPATEN DAN KOTA LAMPUNG SEBAGAI REFRESENTASI PIIL PESENGGIRI: SEBUAH KAJIAN ETNOSEMANTIS https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/103 <p>Melalui bahasa moto dibuat untuk menjadi refresentasi dan refleksi bagi sebuah daerah. Moto dan<br>lambang dibuat untuk merefleksikan nilai-nilai sosial budaya masyarakat daerah sebagai sebuah<br>kearifan lokal. Melalui moto dan lambang daerah menjadi sebuah identitas yang menggambarkan<br>potensi daerah, semboyan, dan harapan masyarakat untuk mewujudkan harapan tersebut. Moto dan<br>lambang kabupaten dan kota Lampung sangat erat kaitannya dengan Piil Pesenggiri sebagai falsafah<br>hidup orang Lampung. Melalui penelitian ini diungkap bagaimana lambang dan moto kabupaten dan<br>kota Lampung dalam kaitannya dengan Piil Pesenggiri sebagai falsafah hidup Ulun Lappung ‘orang<br>Lampung’. Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif kualitatif. Data bersumber dari<br>dokumentasi cetak yang berisikan moto dan lambang seluruh kabupaten dan kota yang ada di<br>Lampung. Data dianalisis menggunakan kajian etnosemantis sebagai pisau bedah untuk<br>menganalisis bentuk dan makna serta refresentasi dari simbolik lambang yang menjadi pemaknaan<br>dari falsafah hidup orang Lampung, Piil Pesenggiri. Hasil penelitian menunjukkan bentuk verbal<br>moto kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Lampung tertuang dalam bentuk frasa sebagai<br>berikut: Sai Bumi Ruwa Jurai, Ragom Mupakat, Beguwai Jejama, Beguwai Jejama Wawai, Andan<br>Jejama, Bumei Tuwah Bupadan, Begawi Jejama, Bumi Sai wawai, Jejama secancanan, Jurai Siwo,<br>Helauni Ki Bakhong, Ramik Ragom, Ragem Tunas Lampung, Sai Bumi nengah Nyappur, Ragab<br>Begawe Caram, Ragem Sai Mangi Wawai. Berdasarkan bentuk dan maknanya moto dan lambang<br>kabupaten dan kota di Lampung menunjukkan keterkaitan dan menjadi wujud perwajahan dari nilai-<br>nilai Piil Pesenggiri. Nilai yang dimuat mencakup : (a) sakai sambayan ‘tolong-menolong’, (b)<br>nengah nyapukh ‘bersosialisasi’, (c) bejuluk beadok ‘bergelar’, (d) nemui nyimah ‘bertangan<br>terbuka’.</p> Megaria Megaria Copyright (c) 2023 Megaria Megaria https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 105 110 10.51817/kimli.v2023i2023.103 KOMPETENSI LINGUISTIK ANAK PENYANDANG AUTIS: KASUS PERBANDINGAN ANTARA FADHIL DAN RAFIQ https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/104 <p>Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan kompetensi linguistik anak penyandang autisme dari<br>aspek fonologi, morfologi, dan sintaksis, dan (2) menunjukkan pola-pola pergeseran bunyi yang<br>berlaku dalam penggunaan bahasa anak-anak penyandang autis. Penelitian ini merupakan penelitian<br>kasus. Data diambil dari dua anak penyandang autis dengan dua kasus berbeda, yaitu Rafiq dan<br>Fadhil. Anak yang pertama merupakan penyandang autis tingkat atas yang diketahui memiliki<br>kecakapan yang menghampiri batas normal. Anak yang kedua merupakan penyandang autism tingkat<br>bawah yang diketahui memiliki keterbatasan segala aspek psikologis yakni motorik, kognitif, dan<br>psikologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan siginifikan antara kedua anak.<br>Pada kasus Rafiq ditemukan adanya kecenderungan kecakapan dalam memfungsikan kemampuan alat<br>artikulatoris dengan baik. Ia mampu melafalkan kata dengan baik dan benar, mulai kata yang bersilabi<br>satu hingga kata yang bersilabi empat. Satu-satunya kesulitan pelafalan yang ditemukan pada anak ini<br>ialah pada kata yang berfonem /r/. Dalam hal ini, fonem /r/ tergeser menjadi [w]. Selain itu, pada<br>kasus Rafiq ditemukan pula adanya kecenderungan kemampuan berkomunikasi yang sangat baik. Ia<br>mampu menghasilkan kalimat-kalimat mayor yang berstruktur lengkap dan dengan ini bisa<br>mengekspresikan diri melalui kalimat berita dan berinteraksi dengan orang lain melalui penggunaan<br>kalimat tanya dan kalimat berita. Pada pihak lain, pada Fadhil dijumpai keterbatasan kemampuan<br>memfungsikan alat artikulatoris dan kemampuan kognitif, sehingga anak ini sangat sulit melafalkan<br>kata dengan sempurna. Hanya kata bersilabi tunggal yang dapat dilafalkan dengan cukup baik. Setiap<br>kata yang bersilabi lebih dari satu hanya dapat diparsprototokan dengan silabi akhir. Pada anak ini<br>ditemukan sebelas pola pergeseran bunyi. Selain itu, Fadhil hanya mampu menghasilkan kalimat<br>minor yang terdiri atas satu silabi untuk mengekspresikan diri melalui kalimat berita dan melalui<br>kalimat perintah untuk memengaruhi orang lain. Kalimat tanya tidak dapat digunakan oleh Fadhil.</p> Muhammad Ali Imran Muhammad Darwis Muhammad Nurahamad Kamsinah Kamsinah Ainun Fatimah Copyright (c) 2023 Muhammad Ali Imran, Muhammad Darwis, Muhammad Nurahamad, Kamsinah Kamsinah, Ainun Fatimah https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 111 123 10.51817/kimli.v2023i2023.104 KARAKTERISTIK MORFOSINTAKSIS BAHASA INDONESIA RAGAM IKLAN SLOGAN: ANALISIS PERILAKU MORFOSINTAKSIS SUFIKS -NYA https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/106 <p>Bahasa iklan yang berbentuk slogan sengaja dikonstruksi untuk menarik perhatian atau memengaruhi<br>sikap konsumen terhadap produk-produk yang diiklankan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan (1)<br>menunjukkan karakteristik morfosintaksis bahasa iklan melalui pendayagunaan perilaku<br>morfosintaksis sufiks -nya bahasa Indonesia, dan (2) mengungkap pilihan strategi kebahasaan yang<br>sangat efektif digunakan untuk menunjukkan segi-segi diferensiasi tiap-tiap produk. Data diperoleh<br>dari iklan slogan di pelbagai produk usaha dan bisnis, baik yang yang terpampang pada ruang publik<br>maupun yang terdapat di media internet. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan<br>pendekatan tata bahasa struktural. Untuk maksud ini, terlebih dahulu diidentifikasi status linguistik<br>bentuk -nya dalam bahasa Indonesia, yaitu sebagai klitika dan afiks. Dalam hal ini, secara garis besar<br>bentuk -nya menjalankan dua peranan, yaitu (1) sebagai sufiks pronominal ketiga tunggal dan (2)<br>sebagai sufiks pembentuk kata nomina (nominalisasi). Bentuk pertama sering disebut enklitika, yaitu<br>suatu bentuk singkat yang memiliki padanan yang merupakan morfem bebas, yaitu dia. Makna yang<br>terbentuk ialah kepemilikan atau posesif dan pelaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk -<br>nya lebih banyak didayagunakan sebagai sufiks. Fungsi yang diemban ialah sebagai pembentuk<br>nominalisasi terhadap adjektiva, verba, nomina, dan numeralia. Untuk ini, ada empat pola yang<br>dihasilkan, yaitu (1) Adjektiva + -nya, (2) Verba + -nya, (3) Nomina + -nya, dan (4) Numeralia + -<br>nya. Pada tataran sintaksis, sufiks -nya mengemban lima fungsi, yaitu (1) penggunaan sufiks -nya<br>pada kata, (2) penggunaan sufiks -nya pada atribut frasa, (3) penggunaan sufiks -nya pada inti frasa,<br>(4), penggunaan sufiks -nya pada frasa apositif, dan (5) penggunaan sufiks -nya pada klausa.<br>Karakteristik morfosintaksis yang demikianlah yang terbukti sangat efektif digunakan sebagai pilihan<br>strategi kebahasaan untuk menunjukkan segi-segi diferensiasi tiap-tiap produk.</p> Muhammad Nur Iman Muhammad Darwis Ainun Fatimah Muhammad Ali Imran Copyright (c) 2023 Muhammad Nur Iman, Muhammad Darwis, Ainun Fatimah, Muhammad Ali Imran https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 124 132 10.51817/kimli.v2023i2023.106 GEJALA INFLEKSI DAN DERIVASI DALAM PEMBENTUKAN NUMERALIA BAHASA BUGIS https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/107 <p>Numeralia bahasa Bugis (bB) memiliki perilaku morfologis yang khas. Pada waktu numeralia dasar<br>mengalami proses morfologis, kedaaan pertama terjadi, yaitu makna berubah, dan kedua, mungkin<br>terjadi infleksi (kategori kata tidak berubah) atau derivasi (kategori atau identitas kata berubah).<br>Penelitian ini bertujuan menunjukkan perbedaan pembentukan numeralia infleksi dan numeralia<br>derivasi bB. Data diambil dari pertuturan bB dialek Bone. Analisis data dilakukan dengan pendekatan<br>linguistik struktural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa numeralia infleksi dalam bB ditandai oleh<br>penggunaan perfiks s?- (sepadan dengan perfiks se- dalam bI), prefiks wekka- (numeralia<br>multiplikasi), dan prefiks maka-. (numeralia tingkat) pada numeralia pokok. Contoh penggunaan<br>perfiks s?-: pulo ‘puluh’ (numeralia) menjad s?ppulo ‘sepuluh’ (numeralia), ratu ‘ratus (numeralia)<br>menjadi s?ratu ‘seratus’ (numeralia), dsb. Contoh penggunaan perfiks wekka-: dua ‘dua’ (numeralia)<br>menjadi wekkadua ‘kedua kali’ (numeralia), t?llu ‘tiga’ (numeralia) menjadi wekkat?llu ‘ketiga kali’<br>(numeralia), dsb. Contoh penggunaan perfiks maka-: dua ‘dua’ (numeralia) menjadi makadua<br>‘kedua’(numeralia), t?llu ‘tiga’ (numeralia) menjadi makat?llu ‘ketiga’ (numeralia), dsb. Pada pihak<br>lain, numeralia ukuran atau numeralia penggolong dibentuk dengan proses derivasi. Dalam hal ini,<br>kata-kata nomina ukuran seperti kilo ‘kilo’, lusing ‘lusin’, hetto ‘hektar’, begitu pula nomina-nomina<br>penggolong seperti goppo ‘onggok’, sio ‘ikat’, takke ‘tangkai’, lic? ‘buah’, dan seterusnya dapat<br>diderivasikan menjadi numeralia ukuran atau numeralia penggolong: kilo ‘kilo’ (nomina) menjadi<br>sikilo ‘sekilo’ (numeralia), goppo ‘ongggok’ (nomina) menjadi sigoppo (numeralia), sio ‘ikat’<br>(nomina) menjadi sisio ‘satu ikat’ (numeralia), lic? ‘buah’ (nomina) menjadi silic? ‘sebuah’<br>(numeralia), dsb. Selain itu, terdapat pula tiga afiks lain yang juga berfungsi derivasi, yaitu prefiks si-<br>dan prefiks maG-, serta konfiks a-ng. Namun, yang terjadi ialah numeralia diderivasikan menjadi<br>nomina sehingga terbentuklah kata verba denumeralia dan nomina denumeralia.</p> Muhammad Nurahamad Muhammad Darwis Ainun Fatimah Muhammad Nur Iman Muhammad Ali Imran Copyright (c) 2023 Muhammad Nurahamad, Muhammad Darwis, Ainun Fatimah, Muhammad Nur Iman, Muhammad Ali Imran https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 133 140 10.51817/kimli.v2023i2023.107 POWER CONFLICTS OF BUNDA CORLA INSTAGRAM LIVE RECORDED IN TIKTOK https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/108 <p>This study aims to investigate the use of power conflicts by Bunda Corla as an influential person on social<br>media: Instagram and TikTok. Instagram, TikTok, and Bunda Corla are very popular in cyberspace<br>nowadays. Corla, an Indonesian citizen living in Germany, is referred to as the Mother of the Nation.<br>Mother Corla (Bunda Corla), whose full name is Cynthia Corla Pricillia, is 48 years old, born in July 4,<br>1974, are also popular as “Ratu Jreng”. The figure of Bunda Corla became a public concern after her name<br>suddenly went viral on social media. Bunda Corla became a new phenomenon in Indonesia with her live<br>actions which were watched by hundreds of thousands of people, including by verified accounts. In order<br>to look for power conflicts of Bunda Corla in Instagram and TikTok, the researchers applied descriptive<br>qualitative research design. Data are in the form of conversations, collected from video recordings based<br>on the sequence and context of the conversation. The results show that the type of power conflict is the<br>buildup of parasocial relationships. Today, relationships are built not only through real face-to-face<br>interactions. Relationship can be formed in a virtual relationship known as a parasocial relationship<br>(Horton &amp; Wohl, 1956). The function of power conflicts found in data sources includes interactions that<br>are built through cyberspace with followers that can be well established, without any coercion. Findings<br>from this study are worthwhile of discussion since those are the facts found in sociolinguistic relations.<br>Findings are also beneficial in the study of social media which, as far as it is concerned, is very influential<br>in today’s society.</p> Murni Mahmud Muftihaturrahmah Burhamzah Copyright (c) 2023 Murni Mahmud, Muftihaturrahmah Burhamzah https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 141 150 10.51817/kimli.v2023i2023.108 PEMERTAHANAN BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ETNIK BALI DIASPORA DI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/109 <p>Perpindahan etnik Bali ke beberapa daerah di Indonesia didasarkan atas beberapa modus antara lain<br>merantau secara swakarsa, merantau karena keinginan untuk pergi dari daerah asalnya secara suka rela<br>dan mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik (Dwipayana, 2004). Menurut data<br>Dispenduk Jatim 2020, jumlah diaspora Bali yng beragama Hindu di Sidoarjo sebanyak 2.955 orang,<br>suatu jumlah yang cukup besar dibandingkan kota-kota lainnya. Fenomena yang menarik dari<br>keberadaan Bali diaspora adalah fenomena kebahasaan terutama pemertahanan dan kebertahanan<br>bahasa Bali yang berada di wilayah mayoritas lain. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan<br>upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat etnik Bali di Sidoarjo dalam mempertahankan<br>kelestarian bahasa Bali dan menggali serta menganalisis leksikon-leksikon bahasa Bali yang selalu<br>muncul dalam setiap kegiatan sebagai ciri identitas linguistik Bali diaspora. Metode pengumpulan<br>data dilakukan dengan metode simak, wawancara, pustaka dengan tenik rekam dan catat. Metode<br>simak dilakukan terhadap aktivitas dan media sosial (tiga WAG) masyarakat etnik Bali yang di<br>dalamnya penulis sebagai anggota. Sementara aktivitas yang diamati adalah kegiatan formal seperti<br>rapat pengurus organisasi keagamaan dan kegiatan nonformal seperti kegiatan gotong royong, upacara<br>adat, arisan kelompok, acara persembahyangan, latihan megambel, (latihan menabuh gamelan) dan<br>sebagainya. Data yang telah dikumpulkan akan dikelompokkan; data upaya pemertahanan bahasa<br>hasil pengamatan dan wawancara; data leksikon-leksikon akan dikategorikan leksikon sapaan,<br>leksikon linguistik rutin, leksikon terkait kata tugas, leksikon arah dan leksikon terkait kegiatan. Hasil<br>penelitian menunjukkan bahwa ada upaya yang dilakukan etnik Bali diaspora dalam mempertahankan<br>bahasa Bali lewat jalur formal dan informal. Sementara leksikon-leksikon yang digunakan diaspora<br>Bali di Sidoarjo dapat dijadikan indikator pemertahanan dan kebertahanan bahasa Bali di tengah etnik<br>mayoritas karena bahasa merupakan salah satu identitas etnis dan budaya suatu masyarakat. Seperti<br>yang dikatakan oleh Thornborrow (1999: 223), salah satu cara yang paling dasar untuk menentukan<br>identitas adalah bahasa terutama leksikon-leksikonnya.</p> Ni Wayan Sartini Copyright (c) 2023 Ni Wayan Sartini https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 151 158 10.51817/kimli.v2023i2023.109 INFLUENTIAL SOCIAL FACTORS ON BATRATA AND AIK ARA RESIDENT LINGUISTIC VARIATION CHOICE https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/110 <p>Sasak language has five different dialects named for shibboleth terms for ‘like that-like this’; Meriaq-<br>Meriku, Meno-Mene, Ngeno-Ngene, Nggeto-Nggete, and Kuto-Kute. The exciting phenomenon among the<br>Sasak speakers is that we notice variations in two neighbouring sub-villages, Batrata and Aik Ara, within<br>a village called Ubung village. Hence, this study examines the variation in Batrata and Aik Ara sub-villages,<br>particularly in the lexical aspect. Also, to find out the social factors that influence the linguistic choice of<br>the people. The method used by this research is qualitative descriptive. The data on lexical variation was<br>analyzed based on the theory of Singleton (2016), and categorised the lexical according to Austin (2013)<br>while the data on social factors was analyzed based on Holmes (2013). The study finds 31 lexical variations<br>between Batrata dan Aik Ara, including six types of words; verbs (4 terms), nouns (10 terms), adjectives<br>(10 terms), auxiliary particle (1 term), adverbs (2 terms) and pronouns (4 terms). From the collected<br>variations, Batrata people could be associated with Meriaq-Meriku speakers. Meanwhile, Aik Ara people<br>could be classified as part of Meno-Mene speakers. In addition, from the four factors proposed by Holmes<br>(2013), participant, topic, and function factors have an impact towards the linguistic choice of both<br>residents. They tend to use the dialect of the majority of participants involved in the conversation. However,<br>the topic and function only trigger them to switch from the Sasak language to the Indonesian language, not<br>the dialect, when talking about serious, social, or national issues.</p> Nia Mau’izah Yusnita Febrianti Ira Maria Fran Lumbanbatu Nurenzia Yannuar Copyright (c) 2023 Nia Mau’izah, Yusnita Febrianti, Ira Maria Fran Lumbanbatu, Nurenzia Yannuar https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 159 169 10.51817/kimli.v2023i2023.110 PERKEMBANGAN KOSAKATA ANAK USIA TAMAN KANAK-KANAK https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/112 <p>Pertumbuhan dan perkembangan awal anak adalah masa keemasan (golden age) dan merupakan periode<br>kritis dalam perkembangan bahasanya. Pada masa ini anak perlu diberi “stimulus” dan “reinforcement”<br>secara intensif. Perkembangan pemerolehan bahasa anak dimulai dari perkembangan komprehensi,<br>perkembangan fonologi, perkembangan sintaksis, perkembangan morfologi, dan perkembangan kosakata.<br>Perkembangan tersebut dapat ditelaah secara sintetik maupun analitik. Sehubungan dengan fenomena<br>tersebut penelitian ini fokus pada masalah perkembangan kosakata anak usia TK di Kabupaten Sidrap?<br>Penelitian ini bertujuan mengungkap perkembangan kosakata anak usia TK di Kabupaten Sidrap. Penelitian<br>ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis eksploratori dengan teknik pengumpulan data melalui angket,<br>perkaman, dan pencatatan. Hasil penelitian ini menunjukkan perkembangan kosakata responden secara<br>keseluruhan terjadi peningkatan sebesar 9,18 persen dari periode dua bulan pertama ke periode dua bulan<br>kedua dan 13,51 persen dari periode dua bulan kedua ke periode dua bulan ketiga. Jumlah kosakata yang<br>diperoleh responden sebanyak 2010 dengan rincian 1043 (51,89 persen) nomina, 528 (26,26 persen) verba,<br>232 (11,54 persen) adjektiva, 80 (3,98 persen) adverbial, 74 (3,68 persen) numeralia, 27 (1,34 persen) kata-<br>kata fungsi, dan 26 (1,29 persen) pronomina. Perkembangan bahasa Indonesia pada aspek leksikon anak<br>Taman Kanak-kanak di Kabupaten Sidrap mengalami peningkatan dalam jangka waktu enam bulan.<br>Perkembangan tersebut disebabkan oleh faktor usia, kematangan biologis, dan masukan-masukan yang<br>diterima responden dari lingkungannya.</p> Nuraini Kasman Rosmini Kasman Nurlaela Nurlaela Copyright (c) 2023 Nuraini Kasman, Rosmini Kasman, Nurlaela Nurlaela https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 170 182 10.51817/kimli.v2023i2023.112 KETEPATAN PENGGUNAAN PENANDA KESANTUNAN DALAM KOMUNIKASI MULTIKUTUR https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/113 <p>Komunikasi menggunakan media WhatsApp memberikan peluang untuk berkomunikasi tanpa<br>batasan. Komunikasi dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun. Namun demikian terdapat hal-hal<br>yang harus diperhatikan ketika berkomunikasi menggunakan media sosial terutama pada mitra tutur<br>dengan status sosial yang lebih tinggi. Penelitian ini membahas penanda kesantunan tutur mahasiswa<br>kepada dosen dengan perbedaan budaya. Mahasiswa dengan status sosial lebih rendah seharusnya<br>menggunakan bahasa yang santun pada dosennya. Hal ini karena penggunaan bahasa yang santun<br>akan terjalin komunikasi yang baik. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis dan mendeskripsikan<br>ketepatan penanda kesantunan yang digunakan oleh mahasiswa ketika berkirim pesan kepada dosen.<br>Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pengambilan data secara random sampling<br>yaitu atas kesediaan dosen memberikan rekam percakapannya dengan mahasiswa. Data diambil dari<br>pesan yang dikirimkan mahasiswa kepada dosen. Setelah data terkumpul, data dianalisis<br>menggunakan teori pragmatik berkaitan dengan rambu-rambu penanda kesantunan. Peneliti<br>memeriksa secara verbal penanda kesantunan yang digunakan dari pembukaan sampai penutupan<br>pesan WhatsApp mahasiswa kepada dosennya. Penanda kesantunan juga dilihat dari penggunaan<br>emotikon yang mendukung tuturan. Hasil analisis menunjukkan bahwa penutur menggunakan bahasa<br>yang santun ketika berkomunikasi dengan dosen. Penanda kesantunan seperti penggunaan salam,<br>sapaan, permohonan maaf, dan ucapan terima kasih digunakan secara tepat. Meski demikian terdapat<br>tuturan yang dinilai kesantunannya kurang disebabkan penggunaan tuturan langsung dan kurang<br>tepatnya penanda kesantunan yang digunakan dalam penyampaian maksud penutur.</p> Nurhasanah Nurhasanah Dadang Suganda Nani Darmayanti Muhamad Adji Copyright (c) 2023 Nurhasanah Nurhasanah, Dadang Suganda, Nani Darmayanti, Muhamad Adji https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 183 193 10.51817/kimli.v2023i2023.113 THE MEANING BEHIND THE CONCEPT OF MAIMPU ANAK AS A REFLECTION OF THE LOCAL EDUCATIONAL WISDOM OF THE BANJAR COMMUNITY https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/114 <p>Parenting is an everyday activity that parents do for their children. Parenting in the Banjar language,<br>is called maimpu anak. In this study, the researchers described the concept of maimpu anak in the<br>parenting lexicon based on the Banjar people's culture. In addition, this research will reveal the value<br>of the educational wisdom of the local Banjar community, which can develop the character from an<br>early age. The research methods are observation, interviews, documentation, and literature study. Data<br>collection techniques are involvement and observation. The research steps are observation, data<br>collection, selection, analysis, presentation, and conclusions. Data collection was carried out from<br>January to October 2022. The research locations were in Banjarmasin City and Banjar Regency. The<br>validity of the data is done through source, time, theory, and place triangulation. The theory used are<br>semantics, pragmatics, and anthropolinguistic approaches. The primary data source is the speech and<br>activities of the Banjar people. The results of the study found that the lexicon with the concept of<br>maimpu anak in the Banjar community includes (1) maangkat 'lifting' with supporting activities such<br>as mausung 'carrying', maasuh 'taking care', mahambin ' carrying over the shoulder ', manimang<br>'cradling', manjaring 'raising both hands child'; (2) mangguringakan 'lulling children' with supporting<br>activities such as, mangapuk 'patting', mamusut 'stroking', maayun 'swinging', maragap 'hugging'; and<br>(3) bamainan 'playing' with supporting activities, such as manggalitiki 'tickling', badagangan 'playing<br>buy and sell', and barurumahan 'playing a house'. Local wisdom in the lexicon with the concept of<br>parenting in the Banjar community are the educational wisdom of compassion, religion, intellectuals,<br>skills, local culture, and sympathy/empathy. The conclusion of the research is that behind the<br>parenting lexicon, it has a meaning with the context and function of each that reflects the value of<br>wisdom that can develop children's character from an early age.</p> Rissari Yayuk Jahdiah Jahdiah Eka Suryatin Eka Suryatin Derri Ris Riana Copyright (c) 2023 Rissari Yayuk, Jahdiah Jahdiah, Eka Suryatin, Eka Suryatin, Derri Ris Riana https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 194 205 10.51817/kimli.v2023i2023.114 UPAYA PEMERTAHANAN BAHASA DAERAH TOMBULU DI KELURAHAN WOLOAN RAYA KOTA TOMOHON https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/115 <p>This study aims to understand and describe efforts to maintain Tombulu language by Tombulu<br>language-speaking community in Woloan Raya Village. Through the use of ethnographic methods<br>with a qualitative approach, data obtained from observations, in-depth interviews and document<br>reviews, were analyzed using analysis according to Spradley, namely domain analysis, taxonomy,<br>components, and analysis of cultural themes. This study investigated the things. Firstly, the activities<br>carried out by the community members in an effort to maintain the Tombulu language are: (a)<br>Commemorating the founding day of Woloan village on August 8 by holding an event called<br>“Lumeos Um Banua Woloan” which means “celebrating the existence of Woloan Village since the<br>migration of the first Woloan people”; (b) Doing religious services and worships in the Tombulu<br>language on a regular basis once a month or once every two months on a scheduled basis through the<br>church program; (c) Village officials deliver announcements to the public via loudspeakers in<br>Tombulu language; (d) The government uses Tombulu language in meetings; (e) Village officials<br>deliver announcements at funerals or giving advice at wedding ceremonies in Tombulu language.<br>Secondly, those who play a very important role in maintaining Tombulu language in Kelurahan<br>Woloan Raya are the government and village officials, community leaders, and religious leaders.<br>Thirdly, the community's attitude towards the maintenance of Tombulu language is very positive.<br>They are still making efforts to use Tombulu language in their daily communication. It can be seen in<br>their efforts to provide reading books such as buying spiritual books such as the Bible, and story<br>books in Tombulu language.</p> Ruty Jacoba Kapoh Orestis Soidi Copyright (c) 2023 Ruty Jacoba Kapoh, Orestis Soidi https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 206 212 10.51817/kimli.v2023i2023.115 KESANTUNAN PADA PRO-KONTRA PEMAKNAAN TUTURAN “SEMUA ORANG ADALAH LONTE” DI MEDIA SOSIAL TWITTER: SEBUAH TINJAUAN SEMANTIK DAN PRAGMATIK SIBER https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/116 <p>Bahasa sebagai media komunikasi yang dinamis dapat mengundang perdebatan dalam memaknai kata,<br>tidak terkecuali media sosial Twitter yang menghadapi pro-kontra dalam memaknai tuturan “Semua orang<br>adalah lonte, cuma yang dijual beda”. Penelitian ini bertujuan mengkaji fenomena perdebatan pemaknaan<br>tuturan tersebut berdasarkan sudut padang linguistik atau bahasa itu sendiri dengan menganalisis<br>bagaimanakah pro-kontra yang dimunculkan apabila ditinjau melalui tataran semantik, pragmatik siber,<br>dan maksim kesantunan. Berjenis kualitatif deskriptif digunakan metode analisis agih dan teknik<br>pengumpulan data simak-catat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara semantik tuturan yang<br>menyamaratakan semua orang dengan lonte tidak dapat dibenarkan. Berlandaskan jenis-jenis makna dalam<br>kajian semantik, baik makna secara asli (denotatif, leksikal, dan referen) maupun makna tidak langsung<br>(konotatif dan asosiatif), kata “lonte” berkaitan dengan hal-hal negatif, seperti pelacur, buruk laku,<br>tunasusila, dsb. Adapun berdasarkan relasi makna dalam semantik, kata lonte bersinonim, berhiponim<br>(subordinat), berhipernim (superordinat), berrelasi asosiatif, afektif, maupun etimologis dengan nilai dan<br>rasa negatif serta tidak nyaman dalam makna katanya. Adapun dalam pragmatik siber, meski terdapat<br>konteks “sama-sama menjual badan” tetapi terdapat konteks-konteks lain yang perlu dipertimbangkan,<br>konteks psikologis, pemahaman bersama, sosial, dan budaya. Pada aspek-aspek pragmatik yang lain kata<br>“lonte” juga memberi pengaruh serta memiliki penanda dan makna tersirat konvensional yang nilainya<br>kurang baik. Polemik yang terjadi juga terbukti melanggar maksim kesantunan Lakoff, Brown dan<br>Levinson, Leech, serta Asim Gunarwan. Selain itu, Indonesia adalah negara yang secara kemasyarakatan,<br>kebahasaan, maupun kenegaraan atau hukum, tidak menerima lonte sebagai sebuah profesi. Satuan lingual<br>lonte juga dianggap sebagai yang paling kasar di antara satuan lingual lain yang merujuk pada wanita<br>tunasusila. Terdapat alternatif lain untuk menganalogikan profesi menjual dengan lebih santun dan relevan,<br>misalnya pedagang, penjual, ataupun saudagar</p> Salamah Salamah Eti Setiawati Lilik Wahyuni Copyright (c) 2023 Salamah Salamah, Eti Setiawati, Lilik Wahyuni https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 213 226 10.51817/kimli.v2023i2023.116 THE MAINTENANCE OF KONJO LANGUAGE THROUGH MANTRAS AS TRADITIONAL MEDICINE OF “AMMATOA” INDIGENOUS COMMUNITY https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/118 <p>One of the indigenous communities that very strongly maintain traditions and preserve their local language<br>in South Sulawesi Province is “Ammatoa” indigenous community. They still use traditional practices as<br>the main medical system. Local knowledge of the community made the Konjo language famous as a spoken<br>language in traditional medical practices called "mantras". The mantras are assumed to be an excellent aid<br>for healing and maintaining the Konjo language. Social and Cultural dynamics, however, cause the mantras<br>to experience development due to inter-ethnic contact and Islamic influence in traditional medicine. This<br>also impacts the variation of language use in the mantras. Therefore, the interpretive phenomenology and<br>in-depth interviews with a total of 6 informants were used to collect the data. It aims to examine the types<br>of language used in healing mantras of “Ammatoa” indigenous community, to identify types of diseases<br>which used Konjo language in the mantras, and to explore the healing mantras inheritance process. The<br>data were analyzed using thematic analysis. The information gathered can be used to derive the following<br>conclusions: 1. Besides using the Konjo language, the healing mantra incorporates Arabic (Holy Qur’an),<br>Makassarese, Buginese and Bahasa (Indonesian language), 2. Healing mantras in the Konjo language are<br>used to cure all diseases including natural, magic, religion related diseases, 3. The healing mantra<br>inheritance process has been done in several ways. First, the healing mantra inheritance process is done by<br>passing on the healer’s knowledge to his child or other members of the family through daily<br>communications. Second, the healing mantra successor is also chosen through inspiration that comes to the<br>healer through dreams. It can be concluded that mantras in the traditional medicine of Ammatoa indigenous<br>community can be used as one strategy of Konjo language maintenance. However, less interest of the<br>younger generation to inherit the mantras and the erosion of traditional practices pose a significant threat<br>to the continued use of Konjo language in mantras as a form of traditional medicine.</p> Sri Ningsih Uus Faizal Firdaussy Enkin Asrawijaya Rukman Pala Syarifuddin Syarifuddin Copyright (c) 2023 Sri Ningsih, Uus Faizal Firdaussy, Enkin Asrawijaya, Rukman Pala, Syarifuddin Syarifuddin https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 227 234 10.51817/kimli.v2023i2023.118 KAJIAN KEMUNCULAN SLANG SINJAB BATANG KAWASAN KOTA https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/120 <p>Penelitian mengenai kemunculan slang Sinjab di Batang Kota didasarkan pada empat tujuan yang hendak<br>diketahui. Pertama, mengungkap bentuk-bentuk dan proses pembentukan slang yang digunakan dalam<br>slang Sinjab di Batang Kota. Kedua, menganalisis makna slang Sinjab Batang kawasan kota. Ketiga,<br>mengungkap fungsi pemakaian slang Sinjab di Batang Kota. Keempat, mengungkap faktor-faktor sosial<br>yang berpengaruh terhadap keberadaan slang Sinjab di Batang Kota. Penelitian ini berbentuk kualitatif yang<br>menghasilkan data deskriptif. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan metode penjaringan data dengan<br>teknik dasar cakap, sadap dan rekam. Data yang paling banyak diambil dari akun Instagram<br>@ngopot_mboo dan akun You Tube Ngopot Mboo. Metode tersebut diikuti dengan metode observasi penuh<br>sehingga tidak ada intervensi dari peneliti pada data yang dihasilkan. Selanjutnya, proses analisis data<br>dilakukan berdasarkan pendekatan sosiolinguistik dari Hymes (1974) yang mengaitkan slang Sinjab dengan<br>faktor-faktor sosial serta kajian variasi bahasa slang yang diungkapkan oleh Partridge (1954) tentang fungsi<br>pemakaian slang Sinjab di dalam masyarakat Batang Kota. Dari penyimakan dan analisis data yang<br>dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut. Hasil analisis slang Sinjab dari segi bentuknya slang Sinjab<br>dapat dikelompokkan menjadi slang Sinjab bentuk asli dan slang Sinjab bentukan. Selain itu, terdapat pola<br>pembentukan slang Sinjab yang keluar dari kaidah tata bahasa Jawa standar. Klasisfikasi relasi makna slang<br>Sinjab berupa hubungan sinonim, antonim, polisemi atau metafora, dan eufemisme. Kemudian terdapat dua<br>fungsi tambahan pemakaian slang Sinjab untuk melengkapi fungsi slang yakni slang untuk mengejek dan<br>slang untuk memuji. Faktor-faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kemunculan dan keberadaan slang<br>sinjab. Para pengguna slang Sinjab membentuk bahasa komunitas mereka sendiri yang bersifat terbuka<br>pada akun You Tube Ngopot Mboo dan Instagram @ngopot_mboo. Slang Sinjab menjadi bentuk kebebasan<br>berbahasa bagi masyarakat Batang Kota karena identitas pribadi mereka tidak diketahui orang lain.</p> Sriatun Sriatun Sailal Arimi Copyright (c) 2023 Sriatun Sriatun, Sailal Arimi https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 235 248 10.51817/kimli.v2023i2023.120 AKRONIM BAHASA INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLINGUISTIK https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/121 <p>Bahasa Indonesia terus berkembang sampai saat ini. Perkembangan suatu bahasa mendapat berbagai<br>pengaruh baik internal dan external, begitu juga bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa<br>Nasional dan sebagai Bahasa persatuan Perkembangan Bahasa Indonesia dalam kajian ini di kaji dari<br>sisi internal, salah satu aspeknya yaitu kosakata bahasa indonesia dari singkatan yang dikenal dengan<br>akronim.Akronim merupakan singkatan yang diucapkan sebagai kata yang wajar. Akronim bahasa<br>dalam kajian ini fokus kajiannya dari perspektif sosiolinguistik. Pertumbuhan akronim dalam bahasa<br>Indonesia sangat pesat dan tidak dapat dibendung. Masuknya akronim ke dalam bahasa Indonesia<br>pada gilirannya akan menjadi perbendaharaan bahasa Indonesia. Setiap kosa kata yang masuk ke<br>dalam bahasa Indonesia perlu diperhatikan pola bentuknya untuk memenuhi syarat menjadi kosa kata<br>yang baik. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan bagaimanakah proses pembentukan akronim formal<br>dan proses pembentukan akronim informal dalam bahasa Indonesia, serta faktor-faktor sosial apa<br>yang mempengaruhinya. Metode penelitian dalam kajian ini. menggunakan metode kualitatif<br>deskriptif. Data diperoleh dari laman online cekaja.com, Axan.kuliner.com,<br>cuanki@2019Merdeka.com dan www.idntimes.com. Data diambil pada bulan April 2022 dengan<br>mengumpulkan 20 akronim kuliner dari Jawa Barat. Data kedua diambil dari dari laman<br>DEPDIKBUD yang khusus menyajikan singkatan dan akronim dari aplikasi atau platform untuk<br>meningkatkan kualitas pendidikan, sebanyak 16 akronim dan singkatan. Kesimpulan dari kajian ini,<br>akronim kuliner dan akronim Kemendikbud, masing-masing mempunyai proses pembentukan yang<br>sesuai dengan teori pembentukan akronim, namun ada sebagian akronim yang proses pembentukanya<br>terdiri dari huruf dan suku kata yang sukar dirumuskan.</p> Susy Deliani Iskandar Zulkarnain Muhammad Haekal Harahap Copyright (c) 2023 Susy Deliani, Iskandar Zulkarnain, Muhammad Haekal Harahap https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 249 255 10.51817/kimli.v2023i2023.121 EKSISTENSI KEBERTAHANAN BAHASA LAUJE SEBAGAI BAHASA ETNIK MINORITAS TERHADAP GEMPURAN BAHASA ETNIK MAYORITAS DI KABUPATEN TOLITOLI SULAWESI TENGAH https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/123 <p>Bahasa etnik minoritas merupakan salah satu bagian penting dari kekayaan dan kemajemukan budaya<br>masyarakat Indonesia. Hidup dan bertahannya bahasa, maka budaya akan hidup dan berkembang pula<br>konsep nilai kebudayaan tradisionalnya. Dengan kata lain, apabila bahasa daerah punah, citra dan jati<br>diri masyarakatnya pun menjadi tidak jelas. Demikian juga bahasa Lauje sebagai bahasa pendatang<br>yang hidup dan berkembang ditengah-tengah bahasa etnik mayoritas di Kecamatan Dondo Kabupaten<br>Tolitoli. Bahasa Lauje yang ada di Kabupaten Tolitoli berasal dari Kabupaten Parigi Moutong, salah<br>satu kabupaten yang juga berada di Sulawesi Tengah. Dengan mengangkat kasus eksistensi<br>kebertahanan bahasa Lauje sebagai bahasa etnik minoritas terhadap gempuran bahasa etnik mayoritas<br>di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola<br>kebertahanan bahasa Lauje sebagai bahasa pendatang etnik minoritas di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi<br>Tengah. Metode yang digunakan adalah pendekatan sosiolinguistik dengan teknik kuesioner,<br>wawancara, pengamatan, dan perekaman, kemudian data dianalisis berdasarkan persentase pola<br>penggunaan bahasa Lauje dari berbagai ranah. Hasil analisis menunjukkan bahwa etnik Lauje sebagai<br>etnik pendatang minoritas di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah masih mempertahankan bahasanya<br>dalam berbagai ranah, yaitu ranah keluarga, ranah ketetanggaan, ranah agama, dan ranah pendidikan.<br>Adapun bentuk pemertahanan bahasa Lauje bervariasi dalam setiap ranah dan faktor sosial. Dalam<br>ranah pendidikan, pemakaian bahasa Lauje sudah bergeser ke bahasa Indonesia. Hal tersebut<br>disebabkan karena pada umumnya dalam ranah pendidikan etnik Lauje masih jarang berada dalam<br>ranah tersebut. Faktor-faktor yang mendukung pemertahanan bahasa Lauje di Kabupaten Tolitoli,<br>Sulawesi Tengah adalah loyalitas dan kebanggaan terhadap bahasa dan budayanya.</p> Tamrin Tamrin Nursyamsi Nursyamsi M. Asri B. M. Asri B. Deni Karsana Copyright (c) 2023 Tamrin Tamrin, Nursyamsi Nursyamsi, M. Asri B. M. Asri B., Deni Karsana https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 256 274 10.51817/kimli.v2023i2023.123 DIASPORA BUGIS DAN PENGGUNAAN BAHASA DAERAH DI WILAYAH PERANTAUAN https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/124 <p>Tulisan ini berupaya untuk memotret penggunaan bahasa daerah di kalangan diaspora suku Bugis di<br>beberapa wilayah nusantara. Pemilihan wilayah yang akan menjadi objek kajian adalah beberapa<br>wilayah di Nusantara yang selama ini menjadi wilayah tujuan perantauan para migran Bugis. Data<br>utama untuk melihat penggunaan bahasa daerah diaspora Bugis adalah data yang diambil dari sensus<br>tahun 2010 di mana dalam sensus tersebut terdapat sebuah bagian yang menyajikan data tentang<br>penggunaan bahasa sehari-hari penduduk Indonesia. Data kuantitatif yang diperoleh melalui sensus<br>tersebut akan dipadukan dengan penelitian pustaka yang telah dilakukan oleh para sarjana terkait hal<br>yang dimaksud. Untuk menguatkan hasil analisis dan diskusi, tulisan akan diperkuat oleh data<br>kualitatif berupa hasil penelitian lapangan baik berupa wawancara, maupun pengamatan langsung<br>yang telah dilakukan terkait kehidupan diaspora Bugis di wilayah perantauan mereka. Hasil penelitian<br>menunjukkan bahwa terdapat sebuah fenomena yang berbeda tentang kecenderungan penggunaan<br>bahasa Bugis oleh perantau Bugis di wilayah perkotaan/urban dan wilayah pedesaan/rural.<br>Determinasi bahasa daerah tempatan menyebabkan perantau Bugis menggunakan bahasa daerah<br>tempatan, meskipun mereka tetap menggunakan bahasa daerah di wilayah keluarga. Heterogenitas<br>dan homogenitas budaya di tempat mereka hidup mempengaruhi pemertahanan dan pergeseran bahasa<br>Bugis. Demikian pula perkawinan lintas-etnis akan melahirkan generasi muda yang akan mudah<br>untuk kehilangan bahasa daerah mereka.</p> Wahyuddin Wahyuddin Copyright (c) 2023 Wahyuddin Wahyuddin https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 275 281 10.51817/kimli.v2023i2023.124 INVESTIGATION OF SLANG WORD FORMS IN LIVESTREAM SHOPPING COMMUNICATION https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/125 <p>Livestream shopping in Indonesia has recently been booming in various online applications, such as e-<br>commerce platforms and social media. It allowed buyers to communicate directly with sellers by texting in<br>the live chat room. Not surprisingly, the sellers and buyers had their own words. This research identified<br>the slang word forms in livestream shopping communication. It aims at proving the linguistic phenomenon<br>in livestream shopping. The research method was descriptive qualitative with the intralingual equivalent<br>analysis. The data were slang words in the livestream chat room at two e-commerce stores in Shopee:<br>Uptofemaale and Cosmo Butik. The data was taken by observing with a note-taking technique completed<br>with screen captures. This research comprehensively analyzed slang word forms based on the word<br>formation process. The data analysis revealed six slang word forms of livestream shopping communication.<br>The forms were borrowing (fix, payment, give away, review, random, link, etc.), acronymization (co, cod,<br>wl, ss, ssd, bkk, PHP, etc.), coinage (jembreng, jemuran, ngenyoi, jambul, sirup, umpak, etc.), blending<br>(setcel, setlong, talpan, talpen, freeong, ongkir, kulas, etc.); clipping (cardi, ori, sintek, ara, etc.), and<br>conversion (dipayment). The result also highlighted that slang words might create a more relaxed and<br>friendly atmosphere, which could help to build rapport between sellers and shoppers. It confirmed that<br>language evolves to meet the needs of its users as a part of modern shopping life. In short, the investigation<br>of slang word forms in livestream shopping communication sheds light on the unique linguistic<br>characteristics of the emerging form of e-commerce and promotes the richness and diversity of language.</p> Yenny Karlina Copyright (c) 2023 Yenny Karlina https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 282 294 10.51817/kimli.v2023i2023.125 PEMANFAATAN YOUTUBE DALAM PELESTARIAN BAHASA DAN BUDAYA MELAYU JAMBI https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/127 <p>Indonesia memiliki 718 bahasa daerah yang eksistensinya wajib dilindungi karena merupakan warisan<br>sekaligus entitas budaya bangsa. Namun, eksistensi beberapa bahasa daerah di Indonesia mengalami<br>penurunan jumlah penutur setiap tahunnya. Lebih jauh lagi, terdapat 11 bahasa daerah yang tidak<br>memiliki satu pun penutur di Indonesia yang tersebar di empat provinsi yaitu Provinsi Maluku Utara,<br>Provinsi Maluku, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Papua (Kemdikbud, 2020). Oleh karena itu,<br>pelindungan dan pelestarian bahasa menjadi penting demi eksistensi sebuah bahasa supaya kondisi seperti<br>ini tidak terus terjadi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan menggunakan<br>terknologi dan media yang dapat diakses dengan mudah seperti Youtube. YouTube merupakan sebuah<br>platform media sosial yang menyajikan informasi secara audio visual. Salah satu pemanfaatan YouTube<br>adalah untuk menyajikan informasi seputar bahasa dan budaya. Kantor Bahasa Provinsi Jambi merupakan<br>lembaga yang aktif memanfaatkan media sosial YouTube dalam pelestarian bahasa dan budaya Melayu<br>Jambi. Bahasa Melayu Jambi merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang perlu mendapat<br>perhatian era digital ini. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan<br>YouTube oleh Kantor Bahasa Provinsi Jambi dalam pelestarian bahasa dan budaya Melayu Jambi dan<br>untuk mengetahui bentuk penyampaian informasi serta konten apa yang disampaikan di dalamnya.<br>Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang menggunakan metode studi kasus. Dalam<br>menghimpun informasi peneliti menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Dalam<br>memanfaatkan media sosial juga selalu menggunakan fitur-fitur yang ada untuk menyajikan konten, yang<br>mana isi kontennya berkaitan dengan bahasa dan budaya. Informasi seputar bahasa maupun budaya yang<br>diunggah inilah yang nantinya dapat menarik minat masyarakat dalam mempelajari bahasa dan budaya<br>yang ada di Jambi.</p> Yoga Mestika Putra Aprilia Kartika Putri Siti Fitriah Ulil Amri Anggi Triandana Copyright (c) 2023 Yoga Mestika Putra, Aprilia Kartika Putri, Siti Fitriah, Ulil Amri, Anggi Triandana https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 295 300 10.51817/kimli.v2023i2023.127 MANIFESTASI MANUSIA DALAM KELONG BASING SUKU KAJANG: KAJIAN EKOLOGI SASTRA https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/130 <p>Kelong Basing adalah tradisi lisan yang dilakukan dalam upacara kematian di suku Kajang. Kelong Basing dilaksanakan sebelum pemakaman dan pascapemakaman. Kelong Basing secara <em>performance</em> dilakukan oleh empat orang. Dua laki-laki sebagai peniup <em>basing</em> dan dua perempuan sebagai penyanyi yang mengiringi <em>basing</em>. Kelong Basing terdiri atas dua bentuk yaitu kelong Basing <em>kamangeang</em> dan kelong Basing <em>kamaeang</em>. Kelong Basing ada yang ditujukan untuk manusia yang masih hidup dan ada yang ditujukan ke manusia yang telah meninggal. Dalam lirik kelong Basing mengandung beragam unsur mitos yang menarik untuk diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk mitos dalam <em>kelong </em><em>Basing</em> masyarakat suku Kajang dengan menggunakan metode Levi-Strauss. Sumber data penelitian ini adalah data lisan dan kepustakaan <em>kelong Basing</em>, hasil observasi pelaksanaan <em>kelong Basing</em>, wawancara dengan para tokoh adat dan tokoh masyarakat di masyarakat suku Kajang. Data dianalisis berdasarkan pilihan kata, frase, klausa dan kalimat dalam <em>kelong Basing</em>. Pilihan kata dan untaian kata ditranskripsi dan ditransliterasi untuk didapatkan bentuk-bentuk dan makna mitos dalam <em>kelong Basing</em>. Berdasarkan hasil analisis data dalam <em>kelong Basing</em> dapat ditemukan empat jenis mitos. Empat jenis mitos tersebut erat kaitannya dengan proses kehidupan manusia yang diyakini oleh masyarakat suku Kajang. Adapun keempat bentuk mitos dalam <em>kelong Basing</em>, yaitu: (1) mitos ruh, (2) mitos tanah, (3) mitos sederhana, dan (4) mitos sabar. Mitos dalam <em>kelong </em><em>Basing</em> pada dasarnya menyampaikan nilai-nilai hidup dan budi pekerti dalam perjalanan hidup manusia. Perjalanan hidup yang secara ideologi bagi masyarakat suku Kajang menginginkan perlindungan dan keselamatan dari <em>Turie’a Akra’na</em> (Tuhan Yang Maha Kuasa) baik di dunia dan di alam barzah yang disebut <em>Allo ri Boko</em> (akhirat). Mitos dalam <em>kelong Basing</em> bermakna bahwa masyarakat suku Kajang percaya bentuk kebahagiaan yang paling hakiki adalah kebahagiaan di alam akhirat yang mereka sebut sebagai <em>kalumangnyang kalupepeang</em>.</p> Jihad Talib Nurhayati Harlina Sahib M.Syafri Badaruddin Copyright (c) 2024 https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 301 308 10.51817/kimli.v2023i.130 2023: Prosiding Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/129 Rosa Rosa Copyright (c) 2023 Rosa Rosa https://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0 2023-12-22 2023-12-22 2023 i vi 10.51817/kimli.v2023i.129